Ilustrasi proses belajar mengajar di salah satu kampus.
INDOZONE.ID - Setiap tahun ajaran baru, ribuan mahasiswa dan siswa baru di Indonesia memasuki lingkungan pendidikan yang tidak hanya menawarkan pengetahuan akademis, tetapi juga memperkenalkan mereka pada kultur senioritas yang telah lama mengakar dalam sistem kaderisasi berbagai institusi.
Momen ini menjadi titik awal perjumpaan antara idealisme pembentukan karakter dengan realitas praktik yang kerap menimbulkan pertanyaan: apakah tradisi senioritas dalam kaderisasi benar-benar berfungsi sebagai sarana pendidikan karakter yang efektif, atau justru menjadi kedok bagi penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merusak?
Proses kaderisasi menekankan pada proses pembentukan karakter, dan salah satu keterampilan yang paling penting yang harus dimiliki kader adalah keterampilan kepemimpinan.
Pelatihan kepemimpinan mengajarkan kader bagaimana mengelola tim, berkomunikasi dengan baik, dan membuat keputusan yang bijak.
Mahasiswa yang telah melalui proses kaderisasi ini cenderung memiliki kualitas pribadi yang lebih baik dan memiliki kemampuan untuk berkontribusi positif pada lingkungannya.
Namun, kenyataan berkata lain. Masih banyak oknum-oknum yang lebih mengutamakan senioritas dan menyimpang dari aturan yang semestinya.
Alih-alih menjadi sosok panutan yang membimbing juniornya, mereka justru menjadikan kaderisasi sebagai ajang oligarki kecil yang melanggengkan hegemoni mereka atas para junior.
Baik, jika memang kaderisasi merupakan sistem untuk membuat rasa solidaritas yang tinggi. Namun, pertanyaannya apakah dapat dibenarkan ketika senior meneriaki dan mengintimidasi junior?
“Tembok kah kalian? Paving kah kalian? kok diam aja?! Jawab pertanyaan kakak-kakaknya!” Pernyataan seperti ini seringkali digunakan dalam proses kaderisasi untuk memberikan tekanan psikologis kepada para junior.
Namun, kenyataan berkata lain. Masih banyak oknum-oknum yang lebih mengutamakan senioritas dan menyimpang dari aturan yang semestinya.
Alih-alih menjadi sosok panutan yang membimbing juniornya, mereka justru menjadikan kaderisasi sebagai ajang oligarki kecil yang melanggengkan hegemoni mereka atas para junior.
Baik, jika memang kaderisasi merupakan sistem untuk membuat rasa solidaritas yang tinggi. Namun, pertanyaannya apakah dapat dibenarkan ketika senior meneriaki dan mengintimidasi junior?
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung