STOVIA, sekolah kedoktoran yang jadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
INDOZONE.ID - STOVIA, singkatan dari School tot Opleiding van Indische Artsen, adalah sekolah kedokteran pertama di Indonesia yang didirikan khusus untuk para pemuda bumiputera.
Berdiri pada 1 Januari 1851 di Weltevreden, Jakarta, STOVIA tidak hanya menjadi tempat pembelajaran medis, tetapi juga pusat pengembangan intelektual yang kemudian berperan besar dalam sejarah pergerakan nasional.
Dilansir dari jurnal berjudul "Sejarah STOVIA: Kiprah Dokter Willem Bosch dan Pelopor Dokter Wanita di Indonesia", pendirian sekolah ini berlandaskan keputusan Gubernemen Hindia Belanda sebagai upaya memenuhi kebutuhan tenaga medis di wilayah Hindia Belanda.
Baca Juga: SMKN 1 Turen dan MAFINDO Tingkatkan Literasi Digital Siswa dengan Pelatihan Cek Fakta
Awalnya, sekolah ini hanya menerima kalangan priyayi Jawa dengan persyaratan usia minimal 16 tahun dan masa studi selama dua tahun, dengan Bahasa Melayu sebagai pengantar.
Meski pernah ditutup sementara pada 1867 karena konflik, STOVIA kembali dibuka pada 1881 dengan kurikulum yang diperbarui.
Sekolah ini kemudian berkembang menjadi pusat pembelajaran penting, yang di kemudian hari memunculkan generasi intelektual pejuang yang menggagas organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia, Boedi Oetomo.
Sebagai sekolah kedokteran, STOVIA menarik banyak siswa dari berbagai daerah, yang mendapatkan pengalaman hidup baru di kota besar seperti Batavia (Jakarta).
Para siswa ini tidak hanya mendapatkan pendidikan medis, tetapi juga terpapar pada ide-ide baru dari luar negeri, terutama melalui interaksi dengan tokoh-tokoh politik dan sosial di Batavia, salah satunya Douwes Dekker.
Rumah Douwes Dekker, yang memiliki perpustakaan kaya akan literatur dari Eropa, menjadi tempat berkumpulnya para siswa STOVIA yang merasa gelisah dengan kondisi sosial di Indonesia.
Inspirasi dari Revolusi Turki dan pemikiran anti-kolonial yang mulai berkembang saat itu membuat para siswa STOVIA berani mengkritik adat istiadat Jawa yang dianggap kolot.
Baca Juga: Hadirkan CEO Inspiratif, Seminar ABT 2024 Dorong Integrasi Digital dalam Perdagangan
Ketidakpuasan dan keinginan mereka untuk memperbaiki kondisi masyarakat Jawa menjadi pemicu lahirnya Boedi Oetomo pada 1908.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Nasional