Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah, tokoh pendidikan perempuan Indonesia.
INDOZONE.ID - Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah, lahir pada 26 Oktober 1900 di Bukit Surungan, Padang Panjang, adalah tokoh penting dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia.
Sebagai putri bungsu dari ulama Syekh Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafi’ah, Rahmah tumbuh dalam lingkungan keluarga yang religius.
Ibunya merupakan keturunan Haji Miskin, pemimpin Perang Padri, sementara ayahnya adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Timur Tengah.
Baca Juga: Ketika Sejarah dan Prestasi Bertemu di SMAN 3 Bandung
Pada awal abad ke-20, pendidikan perempuan masih sangat terbatas di Indonesia. Namun, Rahmah tampil sebagai pelopor dengan mendirikan Diniyah School Poetri pada 1 November 1923. Lembaga ini menjadi sekolah Islam modern pertama yang dikhususkan untuk perempuan di Sumatera Barat.
Dalam visinya, Rahmah menulis, "Diniyah School Puteri ini akan selalu mengikhtiarkan penerangan agama dan meluaskan kemajuannya kepada perempuan-perempuan yang selama ini susah mendapatkan penerangan agama Islam dengan secukupnya." (Nur'Aeni et al., 2022).
Tidak hanya untuk anak perempuan, Rahmah juga mendirikan Menyesal School pada tahun 1924, sebuah program pemberantasan buta huruf bagi perempuan dewasa.
Program ini bahkan mendahului inisiatif pemerintah yang baru dimulai pada tahun 1948. Nama "Menyesal School" dipilih untuk menginspirasi mereka yang menyesal tidak bersekolah sebelumnya (Nur'Aeni et al., 2022).
Dedikasinya dalam pendidikan mendapat pengakuan internasional. Pada tahun 1955, Universitas Al-Azhar di Mesir menganugerahkan gelar "Syekhah" kepada Rahmah, menjadikannya perempuan pertama yang menerima gelar tersebut.
Baca Juga: Jejak Sejarah STOVIA dari Sekolah Kedokteran hingga Jadi Gerakan Nasional
Sistem pendidikan Diniyah Puteri bahkan diadopsi oleh Al-Azhar untuk membuka fakultas khusus perempuan pada tahun 1962 (Nur'Aeni et al., 2022).
Rahmah juga dikenal karena keteguhannya menjaga independensi lembaga pendidikan yang ia dirikan. Ia menolak tawaran subsidi dari pemerintah kolonial Belanda serta ajakan Muhammadiyah untuk mengubah nama sekolahnya menjadi Aisyiyah School atau Fatimiyah School.
Konsep pendidikan "Tritunggal" yang ia kembangkan mengintegrasikan pembelajaran di sekolah, asrama, dan masyarakat. Kurikulumnya mencakup ilmu agama, pengetahuan umum, serta keterampilan praktis seperti memasak, bertenun, P3K, dan olahraga. Rahmah bahkan memasukkan pelajaran berenang, sesuatu yang sangat progresif pada zamannya (Nur'Aeni et al., 2022).
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Nasional